Keberadaan PT. FREEPORT di
Indonesia, membawa perubahan yang besar bagi indonesia, khususnya untuk rakyat
Papua. Pada tahun 1971 Freeport membangun Bandar Udara
Timika dan pusat perbekalan, kemudian juga membangun jalan-jalan utama sebagai
akses ke tambang dan juga jalan-jalan di daerah terpencil sebagai akses ke
desa-desa Tahun 1972, Presiden Soeharto menamakan kota yang dibangun secara
bertahap oleh Freeport tersebut dengan nama Tembagapura. PT Freeport Indonesia turut membantu devisa
negara, dengan penyetoran pajak dan royalti. PTFI juga ikut mengurangi jumlah
pengangguran karena karyawannya berasal dari Indonesia. Selain itu PTFI
juga membuat program pengembangan untuk mahasiswa Papua yang telah lulus dari
Universitas dan akan melanjutkan ke dunia kerja (Papuan Bridge Program – PBP).
Program ini dibawah asuhan Nemangkawi Mining Institute (NMI). Tujuan dari
program tersebut adalah untuk mengembangkan potensi siswa sehingga dapat lebih
mudah untuk beradaptasi di dunia profesional. Para peserta yang mengikuti
program tersebut dapat mendaftarkan diri ke perusahaan manapun yang di
kehendaki (tambang maupun non-tambang). Kemudian, PTFI juga mempunyai komitmen
untuk melakukan reklamasi atau penghijauan kembali (revegetasi).
Akan tetapi akhir-akhir ini ada
pro-kontra tentang keberadaannya PTFI di Indonesia. Ada beberapa fakta dilematis tentang Freeport
yang dinilai telah merugikan bangsa: PT Freeport Indonesia melakukan aktivitas
penambangan di Papua yang dimulai sejak tahun 1967. Keuntungan dari kegiatan penambangan
mineral Freeport telah menghasilkan keuntungan besar terhadap perusahaan
tersebut. Tetapi di Yohukimo masih terjadi kelaparan. Hasil tambang Freeport
berupa tambang emas, perak, tembaga, molybdenum, dan rhenium terbesar di dunia. Fasilitas dan tunjangan
serta keuntungan yang dinikmati para petinggi Freeport, besarnya 1 juta kali
lipat pendapatan tahunan penduduk Timika, Papua, yang hanya sekitar $132 per
tahun. Freeport dinilai belum bisa melahirkan kesejahteraan bagi
Indonesia, terutama warga sekitar. hingga
saat ini pihak Freeport sendiri belum menunjukkan tanda-tanda untuk memenuhi
syarat yang diajukan pemerintah dalam nota kesepahaman (MoU) yang telah
disetujui kedua belah pihak.
Keberadaan Freeport tidak
banyak berkontribusi bagi masyarakat Papua, bahkan pembangunan di Papua dinilai
gagal. Kegagalan pembangunan di Papua dapat dilihat dari buruknya angka
kesejahteraan manusia dikabupaten Mimika. Penduduk Kabupaten Mimika, lokasi di mana Freeport berada, terdiri dari 35% seluruh penduduk miskin Papua adalah warga asli Papua. Jadi penduduk asli Papua yang miskin adalah lebih
dari penduduk asli dan 65% pendatang.
Pada tahun 2002, BPS mencatat sekitar 41 persen penduduk Papua dalam kondisi miskin, dengan komposisi 60%
penduduk asli dan sisanya pendatang. Pada tahun 2005, Kemiskinan rakyat di
Provinsi Papua, yang mencapai 80,07% atau 1,5 juta penduduk. Hampir 66% dan umumnya tinggal di pegunungan
tengah, wilayah Kontrak Karya Frepoort. Kepala Biro Pusat Statistik propinsi
Papua JA Djarot Soesanto, merelease data kemiskinan tahun 2006, bahwa setengah penduduk Papua miskin menujukkan angka yang
cukup fantastis sebesar 47,99%. Di sisi lain, pendapatan pemerintah daerah Papua demikian bergantung pada sektor pertambangan. Sejak tahun 1975-2002 sebanyak 50% lebih
PDRB Papua berasal dari pembayaran pajak, royalti dan bagi hasil sumberdaya alam tidak terbarukan, termasuk perusahaan migas. Artinya ketergantungan pendapatan daerah dari sektor ekstraktif akan menciptakan
ketergantungan dan kerapuhan yang kronik bagi wilayah Papua. Pendapatan
Domestik Bruto (PDB) Papua Barat memang menempati peringkat ke 3 dari 30
propinsi di Indonesi pada tahun 2005. Namun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua, yang diekspresikan dengan tingginya angka kematian ibu hamil dan balita karena masalah-masalah kekurangan gizi berada di urutan ke-29. Lebih parah lagi, kantong-kantong kemiskinan tersebut berada di kawasan konsesi pertambangan Freeport
Beberapa kerusakan lingkungan yang diungkap oleh
media dan LSM adalah, Freeport telah mematikan 23.000 ha hutan di wilayah pengendapan tailing.
Merubah bentang alam karena erosi maupun sedimentasi.
Meluapnya sungai karena pendangkalan yang disebabkan oleh faktor akibat endapan tailin. Freeport telah
membuang tailing dengan kategori limbah B3 (Bahan
Beracun Berbahaya) melalui Sungai Ajkwa. Limbah ini telah mencapai pesisir laut
Arafura. Tailing yang dibuang Freeport ke Sungai
Ajkwa melampaui baku mutu total
suspend solid (TSS) yang diperbolehkan menurut hukum Indonesia. Limbah tailing
Freeport mencemari perairan di muara sungai Ajkwa dan mengontaminasi sejumlah
besar jenis mahluk hidup serta mengancam perairan dengan air asam tambang
berjumlah
besar. Tailing yang dibuang Freeport merupakan bahan yang mampu menghasilkan
cairan asam berbahaya bagi kehidupan aquatik. Bahkan sejumlah spesies aquatik
sensitif di sungai Ajkwa telah punah
akibat tailing Freeport. Menurut perhitungan Greenomics Indonesia,
biaya yang dibutuhkan untuk memulihkan lingkungan yang rusak
adalah Rp 67 trilyun. Freeport telah mengakibatkan kerusakan alam dan mengubah bentang alam serta
mengakibatkan degradasi hutan yang seharusnya ditindak tegas
pemerintah. Hal ini karena
mengancam kelestarian lingkungan dan melanggar prinsip pembangunan berwawasan
lingkungan yang diamanatkan UUD 1945 pasal 33. Hasil bumi Indonesia ini
dikelola oleh pihak asing karena sumber daya manusia (SDM) penduduk negara
indonesia kurang dibandingkan oleh pihak asing, selain itu teknologi yang
digunakan untuk mengolah hasil ini hanya dimiliki oleh pihak asing, dan mereka
tidak mau menjualnya kepada indonesia sehingga hal tersebut dimanfaatkan oleh
pihak asing untuk melakukan kerja sama. Tanggapan pemerintah pun disambut
dengan baik, karena dalam perjanjian yang telah dilakukan, pihak asing hanya
diperbolehkan untuk menambang tembaga. Tetapi tanpa persetujuan pemerintah,
pihak asing tersebut telah menambang emas juga.
LANGKAH- LANGKAH PEMERINTAH UNTUK MENJAGA
SUMBER DAYA ALAM
1.
Pengecekan AMDAL
AMDAL adalah singkatan
dari Analisis Dampak Lingkungan. Pengertian AMDAL menurut PP No. 27 Tahun 1999
yang berbunyi bahwa pengertian AMDAL adalah Kajian atas dampak besar dan
penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan
pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha atau kegiatan. AMDAL adalah analisis yang meliputi
berbagai macam faktor seperti fisik, kimia, sosial ekonomi, biologi dan sosial
budaya yang dilakukan secara menyeluruh.
Alasan diperlukannya AMDAL untuk diperlukannya
studi kelayakan karena dalam undang-undang dan peraturan pemerintah serta
menjaga lingkungan dari operasi proyek kegiatan industri atau kegiatan-kegiatan
yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Komponen-komponen AMDAL adalah PIL
(Penyajian informasi lingkungan), KA (Kerangka Acuan), ANDAL (Analisis dampak
lingkungan), RPL ( Rencana pemantauan lingkungan), RKL (Rencana pengelolaan
lingkungan). Tujuan AMDAL adalah menjaga
lingkungan dengan kemungkinan dampak dari suatu rencana usaha atau kegiatan.
2. Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan
Pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan
adalah upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola sumber daya alam
secara bijaksana untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia di masa sekarang dan di
masa depan. Pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan didasarkan pada dua
prinsip yaitu pertama, sumber daya alam terutama sumber daya alam yang tidak
dapat diperbaharui memiliki persediaan yang terbatas sehingga harus dijaga
ketersediaannya dan digunakan secara bertanggung jawab. Kedua, pertambahan
penduduk setiap tahun meningkat, maka kebutuhan hidup akan meningkat pula. Oleh
karena itu, potensi sumber daya alam harus bisa mendukung kebutuhan sekarang
dan kebutuhan di masa depan.
Contoh penerapan pengelolaan sumber daya alam
berwawasan berkelanjutan adalah:
1)
mengurangi eksploitasi yang berlebihan terhadap alam
2)
menggunakan sumber daya alam secara efisien;
3)
pemanfaatan sumber daya alam sesuai dengan daya dukung lingkungan;
4)
pengolahan barang tambang sebelum di ekspor agar memiliki nilai jual
yang tinggi dan mengurangi
penggunaan barang tambang;
5)
mencari alternatif penggunaan bahan bakar minyak;
6)
menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan.
Pengelolaan Sumber Daya Alam Berdasarkan
Prinsip Ekofiensi
Pengelolaan sumber daya alam berdasarkan
prinsip ekofiensi adalah menggunakan sumber daya alam dengan biaya yang murah
dan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Ekofiensi mempunyai dua
prinsip, yaitu prinsip mengoptimalkan daya dukung lingkungan dan prinsip kedua
meningkatkan efisiensi bahan baku.Contoh penerapan prinsip ekofiensi dalam
kehidupan seharihari, seperti:
1)
menghemat penggunaan listrik,
2)
menghemat penggunaan air,
3)
menggunakan bensin super tanpa timbal untuk kendaraan,
4)
mendaur ulang kertas yang tidak terpakai,
5)
menjadikan sampah sebagai sampah atau pupuk,
6)
mendaur ulang barang yang sudah tidak terpakai (reuse),
7)
menggunakan kembali barang yang sudah dipakai (recycle),
8)
mengurangi eksploitasi yang berlebihan terhadap alam (reduce)
3. Memperketat Pengawasan terhadap Jalannya Proyek
Penambangan
4. Melakukan Sosialisasi Lingkungan Kepada
Masyarakat
SUMBER
https://id.wikipedia.org/wiki/Freeport_Indonesia
http://www.artikelsiana.com/2015/01/pengertian-amdal-fungsi-tujuan-manfaat-amdal.html
BEM FAKULTAS EKONOMI GUNADARMA/Freeport Indonesia
SUMBER
https://id.wikipedia.org/wiki/Freeport_Indonesia
http://www.artikelsiana.com/2015/01/pengertian-amdal-fungsi-tujuan-manfaat-amdal.html
BEM FAKULTAS EKONOMI GUNADARMA/Freeport Indonesia
Kelompok 3
Fitri Laura Siregar (22216891)
Muhammad Alif Luthfi (24216558)
Prudensia Radegalis (25216805)