Indonesia terletak di posisi geografis antara benua Asia dan Eropa serta
samudra Pasifik dan Hindia, sebuah posisi yang strategis dalam jalur pelayaran
niaga antar benua. Salah satu jalan sutra, yaitu jalur sutra laut, ialah dari
Tiongkok dan Indonesia, melalui selat Malaka ke India. Dari sini ada yang ke
teluk Persia, melalui Suriah ke laut Tengah, ada yang ke laut Merah melalui
Mesir dan sampai juga ke laut Tengah (Van Leur). Perdagangan laut antara India,
Tiongkok, dan Indonesia dimulai pada abad pertama sesudah masehi, demikian juga
hubungan Indonesia dengan daerah-daerah di Barat (kekaisaran Romawi).
Perdagangan di masa kerajaan-kerajaan tradisional disebut oleh Van Leur
mempunyai sifat kapitalisme politik, dimana pengaruh raja-raja dalam
perdagangan itu sangat besar. Misalnya di masa Sriwijaya, saat perdagangan
internasional dari Asia Timur ke Asia Barat dan Eropa, mencapai zaman
keemasannya. Raja-raja dan para bangsawan mendapatkan kekayaannya dari berbagai
upeti dan pajak. Tak ada proteksi terhadap jenis produk tertentu, karena mereka
justru diuntungkan oleh banyaknya kapal yang “mampir”.
Penggunaan uang yang berupa koin emas dan koin perak sudah dikenal di
masa itu, namun pemakaian uang baru mulai dikenal di masa kerajaan-kerajaan
Islam, misalnya picis yang terbuat dari timah di Cirebon. Namun penggunaan uang
masih terbatas, karena perdagangan barter banyak berlangsung dalam sistem
perdagangan Internasional. Karenanya, tidak terjadi surplus atau defisit yang
harus diimbangi dengan ekspor atau impor logam mulia.
Kejayaan suatu negeri dinilai dari luasnya wilayah, penghasilan per
tahun, dan ramainya pelabuhan.Hal itu disebabkan, kekuasaan dan kekayaan
kerajaan-kerajaan di Sumatera bersumber dari perniagaan, sedangkan di Jawa,
kedua hal itu bersumber dari pertanian dan perniagaan. Di masa pra kolonial,
pelayaran niaga lah yang cenderung lebih dominan. Namun dapat dikatakan bahwa
di Indonesia secara keseluruhan, pertanian dan perniagaan sangat berpengaruh dalam
perkembangan perekonomian Indonesia, bahkan hingga saat ini.
Seusai masa kerajaan-kerajaan Islam, pembabakan perjalanan perekonomian
Indonesia dapat dibagi dalam empat masa, yaitu masa sebelum kemerdekaan, orde
lama, orde baru, dan masa reformasi.
1.
SEBELUM
KEMERDEKAAN
Sebelum merdeka, Indonesia mengalami masa penjajahan yang terbagi dalam
beberapa periode. Ada empat negara yang pernah menduduki Indonesia, yaitu
Portugis, Belanda,Inggris, dan Jepang. Portugis tidak meninggalkan jejak yang
mendalam di Indonesia karena keburu diusir oleh Belanda, tapi Belanda yang
kemudian berkuasa selama sekitar 350 tahun, sudah menerapkan berbagai sistem
yang masih tersisa hingga kini. Untuk menganalisa sejarah perekonomian
Indonesia, rasanya perlu membagi masa pendudukan Belanda menjadi beberapa
periode, berdasarkan perubahan-perubahan kebijakan yang mereka berlakukan di
Hindia Belanda (sebutan untuk Indonesia saat itu).
A.
Vereenigde
Oost-Indische Compagnie (VOC)
Belanda yang saat itu
menganut paham Merkantilis benar-benar menancapkan kukunya di Hindia Belanda.
Belanda melimpahkan wewenang untuk mengatur Hindia Belanda kepada VOC
(Vereenigde Oost-Indische Compagnie), sebuah perusahaan yang didirikan dengan
tujuan untuk menghindari persaingan antar sesama pedagang Belanda, sekaligus
untuk menyaingi perusahaan imperialis lain seperti EIC (Inggris).
Untuk mempermudah aksinya di Hindia Belanda, VOC diberi hak Octrooi,
yang antara lain meliputi :
Ø
Hak
mencetak uang
Ø
Hak
mengangkat dan memberhentikan pegawai
Ø
Hak
menyatakan perang dan damai
Ø
Hak untuk
membuat angkatan bersenjata sendiri
Ø
Hak untuk
membuat perjanjian dengan raja-raja
Hak-hak itu seakan melegalkan keberadaan VOC sebagai “penguasa” Hindia
Belanda. Namun walau demikian, tidak berarti bahwa seluruh ekonomi Nusantara
telah dikuasai VOC.
Kenyataannya, sejak tahun 1620, VOC hanya menguasai komoditi-komoditi
ekspor sesuai permintaan pasar di Eropa, yaitu rempah-rempah. Kota-kota dagang
dan jalur-jalur pelayaran yang dikuasainya adalah untuk menjamin monopoli atas
komoditi itu. VOC juga belum membangun sistem pasokan kebutuhan-kebutuhan hidup
penduduk pribumi. Peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC seperti verplichte
leverentie (kewajiban meyerahkan hasil bumi pada VOC ) dan contingenten (pajak
hasil bumi) dirancang untuk mendukung monopoli itu. Disamping itu, VOC juga
menjaga agar harga rempah-rempah tetap tinggi, antara lain dengan diadakannya
pembatasan jumlah tanaman rempah-rempah yang boleh ditanam penduduk, pelayaran
Hongi dan hak extirpatie (pemusnahan tanaman yang jumlahnya melebihi
peraturan). Semua aturan itu pada umumnya hanya diterapkan di Maluku yang
memang sudah diisolasi oleh VOC dari pola pelayaran niaga samudera Hindia.
Dengan memonopoli rempah-rempah, diharapkan VOC akan menambah isi kas
negri Belanda, dan dengan begitu akan meningkatkan pamor dan kekayaan Belanda.
Disamping itu juga diterapkan Preangerstelstel, yaitu kewajiban menanam tanaman
kopi bagi penduduk Priangan. Bahkan ekspor kopi di masa itu mencapai 85.300
metrik ton, melebihi ekspor cengkeh yang Cuma 1.050 metrik ton.
Namun, berlawanan dengan kebijakan merkantilisme Perancis yang melarang
ekspor logam mulia, Belanda justru mengekspor perak ke Hindia Belanda untuk
ditukar dengan hasil bumi. Karena selama belum ada hasil produksi Eropa yang
dapat ditawarkan sebagai komoditi imbangan,ekspor perak itu tetap perlu
dilakukan. Perak tetap digunakan dalam jumlah besar sebagai alat perimbangan
dalam neraca pembayaran sampai tahun 1870-an.
Pada tahun 1795, VOC bubar karena dianggap gagal dalam mengeksplorasi
kekayaan Hindia Belanda. Kegagalan itu nampak pada defisitnya kas VOC, yang
antara lain disebabkan oleh :
·
Peperangan
yang terus-menerus dilakukan oleh VOC dan memakan biaya besar, terutama perang
Diponegoro.
·
Penggunaan
tentara sewaan membutuhkan biaya besar.
·
Korupsi
yang dilakukan pegawai VOC sendiri.
·
Pembagian
dividen kepada para pemegang saham, walaupun kas defisit.
Maka, VOC diambil-alih (digantikan) oleh republik Bataaf (Bataafsche
Republiek).
Republik Bataaf dihadapkan pada suatu sistem keuangan yang kacau balau.
Selain karena peperangan sedang berkecamuk di Eropa (Continental stelstel oleh
Napoleon), kebobrokan bidang moneter sudah mencapai puncaknya sebagai akibat
ketergantungan akan impor perak dari Belanda di masa VOC yang kini terhambat
oleh blokade Inggris di Eropa.
Sebelum republik Bataaf mulai berbenah, Inggris mengambil alih
pemerintahan di Hindia Belanda.
B.
Pendudukan
Inggris (1811-1816)
Inggris berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang telah hampir dua
abad diterapkan oleh Belanda, dengan menerapkan Landrent (pajak tanah). Sistem
ini sudah berhasil di India, dan Thomas Stamford Raffles mengira sistem ini
akan berhasil juga di Hindia Belanda. Selain itu, dengan landrent, maka
penduduk pribumi akan memiliki uang untuk membeli barang produk Inggris atau
yang diimpor dari India. Inilah imperialisme modern yang menjadikan tanah
jajahan tidak sekedar untuk dieksplorasi kekayaan alamnya, tapi juga menjadi
daerah pemasaran produk dari negara penjajah. Sesuai dengan teori-teori mazhab
klasik yang saat itu sedang berkembang di Eropa, antara lain :
a)
Pendapat
Adam Smith bahwa tenaga kerja produktif adalah tenaga kerja yang menghasilkan
benda konkrit dan dapat dinilai pasar, sedang tenaga kerja tidak produktif
menghasilkan jasa dimana tidak menunjang pencapaian pertumbuhan ekonomi. Dalam
hal ini, Inggris menginginkan tanah jajahannya juga meningkat kemakmurannya,
agar bisa membeli produk-produk yang di Inggris dan India sudah surplus
(melebihi permintaan).
b)
Pendapat
Adam Smith bahwa salah satu peranan ekspor adalah memperluas pasar bagi produk
yang dihasilkan (oleh Inggris) dan peranan penduduk dalam menyerap hasil
produksi.
c)
The
quantity theory of money bahwa kenaikan maupun penurunan tingkat harga
dipengaruhi oleh jumlah uang yang beredar.
Akan tetapi, perubahan yang cukup mendasar dalam perekonomian ini sulit
dilakukan, dan bahkan mengalami kegagalan di akhir kekuasaan Inggris yang cuma
seumur jagung di Hindia Belanda. Sebab-sebabnya antara lain :
§
Masyarakat
Hindia Belanda pada umumnya buta huruf dan kurang mengenal uang, apalagi untuk
menghitung luas tanah yang kena pajak.
§
Pegawai
pengukur tanah dari Inggris sendiri jumlahnya terlalu sedikit.
§
Kebijakan
ini kurang didukung raja-raja dan para bangsawan, karena Inggris tak mau
mengakui suksesi jabatan secara turun-temurun.
C.
Cultuurstelstel
Cultuurstelstel (sistem tanam paksa) mulai diberlakukan pada tahun 1836
atas inisiatif Van Den Bosch. Tujuannya adalah untuk memproduksi berbagai
komoditi yang ada permintaannya di pasaran dunia. Sejak saat itu, diperintahkan
pembudidayaan produk-produk selain kopi dan rempah-rempah, yaitu gula, nila,
tembakau, teh, kina, karet, kelapa sawit, dll. Sistem ini jelas menekan
penduduk pribumi, tapi amat menguntungkan bagi Belanda, apalagi dipadukan dengan
sistem konsinyasi (monopoli ekspor). Setelah penerapan kedua sistem ini,
seluruh kerugian akibat perang dengan Napoleon di Belanda langsung tergantikan
berkali lipat.
Sistem ini merupakan pengganti sistem landrent dalam rangka
memperkenalkan penggunaan uang pada masyarakat pribumi. Masyarakat diwajibkan
menanam tanaman komoditas ekspor dan menjual hasilnya ke gudang-gudang
pemerintah untuk kemudian dibayar dengan harga yang sudah ditentukan oleh
pemerintah. Cultuurstelstel melibatkan para bangsawan dalam pengumpulannya,
antara lain dengan memanfaatkan tatanan politik Mataram–yaitu kewajiban rakyat
untuk melakukan berbagai tugas dengan tidak mendapat imbalan–dan memotivasi
para pejabat Belanda dengan cultuurprocenten (imbalan yang akan diterima sesuai
dengan hasil produksi yang masuk gudang).
Bagi masyarakat pribumi, sudah tentu cultuurstelstel amat memeras
keringat dan darah mereka, apalagi aturan kerja rodi juga masih diberlakukan.
Namun segi positifnya adalah, mereka mulai mengenal tata cara menanam tanaman
komoditas ekspor yang pada umumnya bukan tanaman asli Indonesia, dan masuknya
ekonomi uang di pedesaan yang memicu meningkatnya taraf hidup mereka. Bagi
pemerintah Belanda, ini berarti bahwa masyarakat sudah bisa menyerap
barang-barang impor yang mereka datangkan ke Hindia Belanda. Dan ini juga
merubah cara hidup masyarakat pedesaan menjadi lebih komersial, tercermin dari
meningkatnya jumlah penduduk yang melakukan kegiatan ekonomi nonagraris.
Jelasnya, dengan menerapkan cultuurstelstel, pemerintah Belanda
membuktikan teori sewa tanah dari mazhab klasik, yaitu bahwa sewa tanah timbul
dari keterbatasan kesuburan tanah. Namun disini, pemerintah Belanda hanya
menerima sewanya saja, tanpa perlu mengeluarkan biaya untuk menggarap tanah
yang kian lama kian besar. Biaya yang kian besar itu meningkatkan penderitaan
rakyat, sesuai teori nilai lebih (Karl Marx), bahwa nilai leih ini meningkatkan
kesejahteraan Belanda sebagai kapitalis.
D.
Sistem
Ekonomi Pintu Terbuka (Liberal)
Adanya desakan dari kaum Humanis Belanda yang menginginkan perubahan
nasib warga pribumi ke arah yang lebih baik, mendorong pemerintah Hindia
Belanda untuk mengubah kebijakan ekonominya. Dibuatlah peraturan-peraturan
agraria yang baru, yang antara lain mengatur tentang penyewaan tanah pada pihak
swasta untuk jangka 75 tahun, dan aturan tentang tanah yang boleh disewakan dan
yang tidak boleh. Hal ini nampaknya juga masih tak lepas dari teori-teori
mazhab klasik, antara lain terlihat pada :
a)
Keberadaan
pemerintah Hindia Belanda sebagai tuan tanah, pihak swasta yang mengelola
perkebunan swasta sebagai golongan kapitalis, dan masyarakat pribumi sebagai
buruh penggarap tanah.
b)
Prinsip
keuntungan absolut :
Bila di suatu tempat harga barang berada diatas
ongkos tenaga kerja yang dibutuhkan, maka pengusaha memperoleh laba yang besar
dan mendorong mengalirnya faktor produksi ke tempat tersebut.
c)
Laissez
faire laissez passer, perekonomian diserahkan pada pihak swasta, walau jelas,
pemerintah Belanda masih memegang peran yang besar sebagai penjajah yang
sesungguhnya.
Pada akhirnya, sistem ini bukannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pribumi, tapi malah menambah penderitaan, terutama bagi para kuli kontrak yang
pada umumnya tidak diperlakukan layak.
E.
Pendudukan
Jepang (1942-1945)
Pemerintah militer Jepang menerapkan suatu kebijakan pengerahan sumber
daya ekonomi mendukung gerak maju pasukan Jepang dalam perang Pasifik. Sebagai
akibatnya, terjadi perombakan besar-besaran dalam struktur ekonomi masyarakat.
Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan,
karena produksi bahan makanan untuk memasok pasukan militer dan produksi minyak
jarak untuk pelumas pesawat tempur menempati prioritas utama. Impor dan ekspor
macet, sehingga terjadi kelangkaan tekstil yang sebelumnya didapat dengan jalan
impor.
Seperti ini lah sistem sosialis ala bala tentara Dai Nippon. Segala hal
diatur oleh pusat guna mencapai kesejahteraan bersama yang diharapkan akan
tercapai seusai memenangkan perang Pasifik.
2.
Masa Orde
Lama
Orde Lama yang dipimpin oleh
Presiden Soekarno. Berkuasa dari tahun 1945 sampai tahun 1966. pada saat orde
lama, pemerintahan indonesia dibagi menjadi 3, sehingga kebijakan ekonomi yang
diambil pun berbeda-beda. Diantaranya :
Masa
Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara
lain disebabkan oleh :
·
Inflasi
yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang
secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan
tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank,
mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian
pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East
Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang
dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang
kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang
Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar
mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
·
Adanya
blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu
perdagangan luar negeri RI. Blokade oleh Belanda ini dilakukan dengan menutup
(memblokir) pintu keluar-masuk perdagangan RI terutama melalui jalur laut dan
pelabuhan-pelabuhan penting.
·
Kas negara
kosong.
Kas Negara mengalami kekosongan karena pajak
dan bea masuk lainnya belum ada sementara pengeluaran negara semakin bertambah.
Penghasilan pemerintah hanya bergantung kepada produksi pertanian. Karena
dukungan dari bidang pertanian inilah pemerintah Indonesia masih bertahan,
sekalipun keadaan ekonomi sangat buruk.
·
Eksploitasi
besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi,
antara lain :
Ø
Program
Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan
persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
Ø
Upaya
menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan
perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan
tujuan ke Singapura dan Malaysia.
Ø
Konferensi
Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat
dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah
produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi
perkebunan-perkebunan.
Ø
Pembentukan
Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
Ø
Rekonstruksi
dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948 >>mengalihkan tenaga bekas
angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
Ø
Kasimo
Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk
pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian
akan membaik (Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem
ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada
pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez
passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan
pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya
memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain
:
a.
Gunting
Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk
mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
b.
Program
Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menunbuhkan wiraswastawan pribumi dan
mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing
dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya
pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan
pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional.
Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif
dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
c.
Nasionalisasi
De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th
1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
d.
Sistem
ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak
Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan
pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan
pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi
usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena
pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk
mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
e.
Rencana
Pembangunan Lima tahun (RPLT). Pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II,
pemerintah membentuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut Biro
Perancang Negara. Ir. Djuanda diangkat sebagai menteri perancang nasional. Pada
bulan Mei 1956, Biro ini berhasil menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun
(RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961. Rencana
Undang-Undang tentang rencana Pembangunan ini disetujui oleh DPR pada tanggal
11 November 1958. Pembiayaan RPLT ini diperkirakan mencapai Rp. 12,5 miliar.
f.
Pembatalan
sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan
pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan
tersebut.
Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia
menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus
pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem
ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam
sosial, politik,dan ekonomi (Mazhab Sosialisme). Akan tetapi,
kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu
memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
a.
Devaluasi
yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang
kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp
100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
b.
Pembentukan
Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia
dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi
perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
c.
Devaluasi
yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp
1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah
lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih
tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah
meningkatkan angka inflasi.
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah
karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini
banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai
akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat. Sekali
lagi, ini juga salahsatu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi
terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis)
baik dalam politik, eonomi, maupun bidang-bidang lain.
3.
ORDE BARU
(1966-1998)
Pada awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik menjadi
prioritas utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian
inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat.
Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan, karena pada awal 1966 tingkat inflasi
kurang lebih 650 % per tahun.
Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam sistem ekonomi
liberal ternyata pengusaha pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi
dan sistem etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi
campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini merupakan
praktek dari salahsatu teori Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam
perekonomian secara terbatas. Jadi, dalam kondisi-kondisi dan masalah-masalah
tertentu, pasar tidak dibiarkan menentukan sendiri. Misalnya dalam penentuan
UMR dan perluasan kesempatan kerja. Ini adalah awal era Keynes di Indonesia.
Kebijakan-kebijakan pemerintah mulai berkiblat pada teori-teori Keynesian.
Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang,
tercermin dalam 8 jalur pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan,
pembagian pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita
dan generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan. Semua itu dilakukan
dengan pelaksanaan pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) secara
periodik lima tahunan yang disebut Pelita (Pembangunan lima tahun).
Hasilnya, pada tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras, penurunan
angka kemiskinan, perbaikan indikator kesejahteraan rakyat seperti angka
partisipasi pendidikan dan penurunan angka kematian bayi, dan industrialisasi
yang meningkat pesat. Pemerintah juga berhasil menggalakkan preventive checks
untuk menekan jumlah kelahiran lewat KB dan pengaturan usia minimum orang yang
akan menikah.
Namun dampak negatifnya adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan
hidup dan sumber-sumber daya alam, perbedaan ekonomi antar daerah, antar
golongan pekerjaan dan antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam,
serta penumpukan utang luar negeri. Disamping itu, pembangunan menimbulkan
konglomerasi dan bisnis yang sarat korupsi, kolusi dan nepotisme. Pembangunan
hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik,
ekonomi, dan sosial yang adil. Sehingga meskipun berhasil meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, tapi secara fundamental pembangunan nasional sangat rapuh.
Akibatnya, ketika terjadi krisis yang merupakan imbas dari ekonomi global,
Indonesia merasakan dampak yang paling buruk. Harga-harga meningkat secara
drastis, nilai tukar rupiah melemah dengan cepat, dan menimbulkan berbagai
kekacauan di segala bidang, terutama ekonomi.
4.
ORDE
REFORMASI (1998-sekarang)
Masa Kepemimpinan Presiden B.J Habibie
Pada tanggal 14 dan 15 Mei 1997, nilai tukar baht
Thailand terhadap dolar AS mengalami suatu goncangan hebat akibat para investor
asing mengambil keputusan ‘jual’ karena mereka para investor asing tidak
percaya lagi terhadap prospek perekonomian negara tersebut, paling tidak untuk
jangka pendek. Pemerintan Thailand meminta bantuan IMF. Pengumuman itu
mendepresiasikan nilai baht sekitar 15% hingga 20% hingga mencapai nilai
terendah, yakni 28,20 baht per dolar AS.
Apa yang terjadi di Thailand akhirnya merebet ke Indonesia dan beberapa
negara Asia lainnya. Rupiah Indonesia mulai merendah sekitar pada bulan Juli
1997, dari Rp 2.500 menjadi Rp 2.950 per dolar AS. Nilai rupiah dalam dolar
mulai tertekan terus dan pada tanggal 13 Agustus 1997 rupiah mencapai rekor
terendah, yakni Rp 2.682 per dolar AS sebelum akhirnya ditutup Rp 2.655 per
dolar AS. Pada tahun 1998, antara bulan Januaru-Februari sempat menembus Rp
11.000 per dolar AS dan pada bulan Maret nilai rupiah mencapai Rp 10.550 untuk
satu dolar AS.
Keadaan sistem ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan transisi
memiliki karakteristik sebagai berikut:
·
Kegoncangan
terhadap rupiah terjadi pada pertengahan 1997, pada saat itu dari Rp 2500
menjadi Rp 2650 per dollar AS. Sejak masa itu keadaan rupiah menjadi tidak
stabil.
·
Krisis
rupiah akhirnya menjadi semakin parah dan menjadi krisis ekonomi yang kemudian
memuncuilkan krisis politik terbesar sepanjang sejarah Indonesia.
·
Pada awal
pemerintahan yang dipimpin oleh Habibie disebut pemerintahan reformasi. Namun,
ternyata pemerintahan baru ini tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, sehingga
kalangan masyarakat lebih suka menyebutnya sebagai masa transisi karena KKN
semakin menjadi, banyak kerusuhan.
Yang dilakukan habibie untuk memperbaiki perekonomian indonesia :
a.
Merekapitulasi
perbankan dan menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi
perekonomian.
Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independent berdasarkan UU No.
30 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. Dalam rangka mencapai tujuan untuk
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia didukung oleh 3
(tiga) pilar yang merupakan 3 (tiga) bidang utama tugas Bank Indonesia yaitu :
§
Menetapkan
dan melaksanakan kebijaksanaan moneter
§
Mengatur
dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
§
Mengatur
dan mengawasi Bank
b.
Melikuidasi
beberapa bank bermasalah.
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya. Pengertian lain adalah kemampuan seseorang atau perusahaan untuk
memenuhi kewajiban atau utang yang segera harus dibayar dengan harta lancarnya.
Banyaknya utang perusahaan swasta yang jatuh tempo dan tak mampu membayarnya
dan pada akhirnya pemerintah mengambil alih bank-bank yang bermasalah dengan
tujuan menjaga kestabilan ekonomi Indonesia yang pada masa itu masih rapuh.
c.
Menaikan
nilai tukar rupiah
Selama lima bulan pertama tahun 1998, nilai tukar rupiah terhadap dollar
AS berfluktuasi. Selama triwulan pertama, nilai tukar rupiah rata-rata mencapai
sekitar Rp9200,- dan selanjutnya menurun menjadi sekitar Rp8000 dalam bulan
April hingga pertengahan Mei. Nilai tukar rupiah cenderung di atas Rp10.000,-
sejak minggu ketiga bulan Mei. Kecenderungan meningkatnya nilai tukar rupiah
sejak bulan Mei 1998 terkait dengan kondisi sosial politik yang bergejolak.
nilai tukar rupiah menguat hingga Rp. 6500 per dollar AS di akhir masa
pemerintahnnya.
d.
Mengimplementasikan
reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.
Masa Kepemimpinan Presiden Abdurahman Wahid
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya,
kondisi perekonomian Indonesia mulai mengarah pada perbaikan, di antaranya
pertumbuhan PDB yang mulai positif, laju inflasi dan tingkat suku bunga yang
rendah, sehingga kondisi moneter dalam negeri juga sudah mulai stabil.
Hubungan pemerintah dibawah pimpinan Abdurahman Wahid dengan IMF juga
kurang baik, yang dikarenakan masalah, seperti Amandemen UU No.23 tahun 1999
mengenai bank Indonesia, penerapan otonomi daerah (kebebasan daerah untuk
pinjam uang dari luar negeri) dan revisi APBN 2001 yang terus tertunda.
Politik dan sosial yang
tidak stabil semakin parah yang membuat investor asing menjadi enggan untuk
menanamkan modal di Indonesia.
Makin rumitnya persoalan
ekonomi ditandai lagi dengan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang
cenderung negatif, bahkan merosot hingga 300 poin, dikarenakan lebih banyaknya
kegiatan penjualan daripada kegiatan pembelian dalam perdagangan saham di dalam
negeri.
Pada masa kepemimpinan
presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk
menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi
yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi,
dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang
menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat.
Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri
Masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi
dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi
persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
1)
Meminta
penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club
ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
2)
Kebijakan
privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode
krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi
kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu
berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan
ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke
perusahaan asing.
3)
Di masa
ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi
belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan
korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di
Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
Masa Kepemimpinan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono
Kebijakan kontroversial pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi
subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar
belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke
subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial
kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan
BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai
masalah sosial.
Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah
mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim
investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit
pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan
kepala-kepala daerah.
Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan
kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu
ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang
salahsatunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak
investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan
bertambah.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa
utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan
Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam
negri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat,
setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan
miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan
Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan
karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector
riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga
kinerja sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu,
birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi
belanja Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi,
di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di
lain pihak, kondisi dalam negri masih kurang kondusif.
Masa Kepepimpinan Presiden Joko Widodo
Sebagai upaya untuk menstabilkan kondisi ekonomi Indonesia, pemerintahan
Jokowi-JK meluncurkan berbagai program guna menstimulasi pertumbuhan ekonomi
yang lambat di awal pemerintahan mereka. Yang paling populer saat ini adalah
Paket kebijakan Ekonomi Berjilid, karena paket ini terdiri dari beberapa jilid
yang memiliki fokus yang berbeda untuk menyasar beberapa target yang diduga
dapat merangsang pergerakan ekonomi.
Tahap
|
Jadwal Peluncuran
|
Isi Paket
|
Fokus Paket
|
1
|
9 September 2015
|
- Mendorong daya saing industri nasional melalui deregulasi,
debirokratisasi, serta penegakan hukum dan kepastian usaha;
- Mempercepat proyek strategis nasional dengan menghilangkan
berbagai hambatan, sumbatan dalam pelaksanaan dan penyelesaian proyek
strategis nasional; dan
- Meningkatkan investasi di sektor properti.
|
deregulasi untuk menggerakkan sektor riil dalam
mengantisipasi dampak krisis global
|
2
|
29 September 2015
|
- Kemudahan Layanan Investasi 3 Jam
- Pengurusan Tax Allowance dan Tax Holiday Lebih Cepat
- Pemerintah Tak Pungut PPN Untuk Alat Transportasi
- Insentif fasilitas di Kawasan Pusat Logistik Berikat
- Insentif pengurangan pajak bunga deposito
- Perampingan Izin Sektor Kehutanan
|
langkah untuk menyelesaikan kendala investasi dan
|
3
|
7 Oktober 2015
|
- Penurunan tarif listrik dan harga BBM serta gas.
- Perluasan penerima kredit usaha rakyat (KUR).
- Penyederhanaan izin pertanahan untuk kegiatan penanaman modal.
|
Diskon tarif dan kemudahan izin penanaman modal
|
4
|
15 Oktober 2015
|
- Kebijakan pengupahan yang adil, sederhana dan terproyeksi
- Kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang lebih murah dan luas.
|
Mendorong tenaga kerja agar terus meningkat. Sehingga,
Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) tidak lagi terjadi.
|
5
|
22 Oktober 2015
|
- Revaluasi Aset
- Menghilangkan pajak berganda dana investasi Real Estate,
Properti dan Infrastruktur.
- Deregulasi di bidang perbankan syariah
|
Insentif pajak dan deregulasi bidang perbankan syari’ah
|
6
|
6 November 2015
|
- Upaya menggerakkan perekonomian di wilayah pinggiran dengan
pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
- Penyediaan air untuk masyarakat secara berkelanjutan dan
berkeadilan
- Simplifikasi perizinan di Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM).
|
kawasan ekonomi khusus, sumber daya air dan
penyederhanaan izin impor obat.
|
7
|
3 Desember 2015
|
- Insentif pajak kepada industri padat karya
- Kemudahan bagi industri tertentu yang mempekerjakan karyawan
dalam jumlah besar
- Percepatan penerbitan sertifikat tanah.
|
Kemudahan izin investasi
|
8
|
21 Desember 2015
|
- Adanya “one map policy” atau satu peta pada tingkat nasional
dengan skala 1:50.000
- Membangun ketahanan energi melalui pembangunan kilang minyak
- Kebijakan insentif sektor penerbangan
|
Memperkuat daya saing dan daya tahan ekonomi
|
9
|
27 Januari 2016
|
- Percepatan pembangunan infrastruktur tenaga listrik
- Stabilisasi pasokan dan harga daging sapi
- Peningkatan sektor logistik desa-Kota
|
Menitikberatkan kepada percepatan di sektor kelistrikan
dan stabilitas pasokan dan harga daging sapi.
|
10
|
11 Februari 2016
|
- Meningkatkan Investasi
- Melindungi UMKMK
|
Revisi daftar negatif investasi (DNI) yang sebelumnya
diatur dalam Perpres No 34/2014
|
Pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo- Yusuf Kalla (Jokowi-JK)
semangat pembangunan ekonomi kerakyatan digaungkan kembali lewat ideologi
TRISAKTI. TRISAKTI mewadahi semangat perjuangan nasional yang diterjemahkan
dalam tiga aspek kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu berdaulat dalam
politik, berdikari dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Untuk menunjukkan prioritas dalam jalan perubahan menuju Indonesia yang
berdaulat dalam bidang politik, mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian
dalam kebudayaan, maka dirumuskan Sembilan agenda prioritas pembangunan yang
dikenal dengan NAWACITA. Butir ke-7 dalam NAWACITA adalah mewujudkan
kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi
domestik, yaitu dengan membangun kedaulatan pangan, mewujudkan kedaulatan
energy, mewujudkan kedaulatan keuangan, mendirikan Bank Petani/ Nelayan dan
UMKM termasuk gudang dengan fasilitas pengolahan paska panen ditiap sentra
produksi tani/nelayan, mewujudkan penguatan teknologi melalui kebijakan
penciptaan sistem inovasi nasional.
- Penyebab Pertama
Indonesia memberlakukan Tax Amnesty adalah karena terdapat Harta milik
warga negara baik di dalam maupun di luar negeri yang belum atau belum
seluruhnya dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan;
- Tax Amnesty
adalah untuk meningkatkan penerimaan negara dan pertumbuhan perekonomian
serta kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam pelaksanaan kewajiban
perpajakan, perlu menerbitkan kebijakan Pengampunan Pajak;
- Kasus Panama
Pappers
Dari ketiga latar belakang tax amnesty tersebut maka presiden republik
Indonesia pada tanggal 1 Juli 2016 mengesahkan Undang Undang Tax Amnesty Nomor
11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak.
Pada Senin, 19 Desember 2016 Bank Indonesia (BI) dan Pemerintah resmi
meluncurkan 11 desain baru rupiah yang terdiri dari 7 pecahan uang kertas dan 4
pecahan uang logam. Rupiah kertas yang diterbitkan terdiri dari nominal Rp
100.000, Rp 50.000, Rp 20.000, Rp 10.000, Rp 5.000, Rp 2.000, dan Rp 1.000.
Sementara rupiah logam terdiri atas pecahan Rp 1.000, Rp 500, Rp 200, dan Rp
100. Uang baru ini ditargetkan sudah menyebar ke seluruh Indonesia di awal
2017.
Menurut Gubernur BI, Agus Martowardojo, bank sentral segara membagikan
uang baru tersebut ke perbankan nasional. Setelah itu, tugas perbankan untuk
menyebarkannya ke masyarakat.
NAMA KELOMPOK : FITRI
LAURA SIREGAR (22216891)
MUHAMAD ALIF LUTHFI (24216558)
PRUDENSIA RADEGALIS (25216805)
DAFTAR PUSTAKA